Mualaf Hungaria (2): Keimanan yang Diuji

image

REPUBLIKA.CO.ID, BUDAPEST – Perjalanan Aysha memeluk Islam bisa dibilang mudah. Namun, setelah memeluk Islam ia menemukan banyak hambatan untuk mempelajari agama barunya itu.

Ia memilih agama yang bertentangan dengan keluarga, teman, budaya, bahkan ibunya sendiri. Ia tak memiliki seorang pun untuk membantunya memahami Islam. Tak banyak yang mendukungnya. Seorang teman bahkan sengaja menjatuhkan mentalnya.

“Dia bilang aku takkan pernah memahami Islam, karena aku tidak dilahirkan sebagai Muslim. Ketika kukatakan padanya bahwa aku ingin memulai puasa Ramadhan, temanku malah mengatakan puasa bukan hanya soal menahan lapar,” tutur Aysha.

Sejak memeluk Islam (2007-2008), hubungan dengan sang ibu berubah menjadi tidak baik. Sang ibu mengatakan setelah memeluk Islam, putrinya pasti akan menjadi teroris. “Ibu bilang akan meninggalkanku seperti aku meninggalkan agamaku yang dulu,” kata Aysha.

Ketika masih tinggal serumah, sang ibu sengaja menaruh daging babi di dalam kulkas. Namun, Aysha menolak untuk memakannya, sehingga terjadi pertengkaran hebat. Sang ibu juga tak tahan melihat putrinya shalat atau memakai mukenah.

Oleh sebab itu, Aysha pun harus shalat di ruang sempit di atas loteng. "Ibu selalu mengatakan bahwa ia melahirkan seorang anak Nasrani, bukan seorang Muslim,” ungkap Aysha.

Setelah menjadi mualaf, berbagai masalah serius menimpa Aysha. Walau demikian, ia tetap tabah dan sabar menjalani cobaan. “Tapi Alhamdulilah, kini ibu tampaknya sudah menerima aku sebagai Muslim. Aku benar-benar bersyukur kepada Allah. Sekarang aku bebas keluar dengan jilbab, dan beliau tidak berkomentar apa pun,” tutur Aysha.

Hubungan dengan ayah bahkan lebih buruk dibadingkan dengan sang ibu. Sebelumnya, ayahnya tak pernah mau bertemu dan berbicara dengan Aysha. Namun, setelah ia membuka diri, sang ayah mulai menerima putrinya kembali. "Kami sekarang saling mengunjungi secara rutin,” kata Aysha.

Redaktur: Chairul Akhmad

Reporter: Dwi Murdaningsih