Kanonisasi Perjanjian Baru

Injil Sebelum Kanonisasi 
Mungkin sangat mengejutkan bagi sebagian besar kaum Kristen jika menyadari bahwa tulisan-tulisan Kristen awal hanya memberi sedikit perhatian kepada kata-kata dan perbuatan-perbuatan Yesus. Misalnya, surat-surat Paulus (Saulus dari Tarsus) hanya memberikan kiasan-kiasan sangat sederhana mengenai Yesus dalam sejarah (historical Jesust). Begitu sederhana, dalam gereja Kristen awal yang menghasilkan literatur Kristen pertama yang dipelihara, yaitu aspek dari gereja awal yang biasanya diidentifikasi sebagai Paulus atau non-Yahudi, Yesus dalam sejarah diidentikkan dengan apa yang diyakini sebagai proses pengilhaman dan pewahyuan yang terus berjalan. Oleh karenanya, apa yang dikatakan, dilakukan, atau diwahyukan oleh Yesus dalam sejarah sama sekali berlebihan. Yang penting adalah bahwa setiap individu bisa mengklaim otoritas ilahi bagi pernyataan-pernyataan dan tulisan-tulisannya, dengan menyeru pada pengilhaman dan pewahyuan yang terus berjalan melalui Yesus yang konon "dibangkitkan-kembali". Kenyataannya, seluruh klaim Paulus terhadap otoritas apostolik (rasuli) didasarkan pada penegasan yang membesarkan diri-sendiri.1 Dengan demikian, injil-injil yang diakui berkaitan dengan kehidupan, sejarah, dan perkataan-perkataan Yesus sebenarnya merupakan perkembangan yang relatif belakangan dalam literatur Kristen awal.2

Biasanya selalu dinyatakan oleh para sarjana alkitabiah bahwa pada awalnya, injil-injil tersebut berupa seni sastra selama perempat terakhir abad pertama Masehi.3 Lebih jauh, hingga kira-kira tahun 130 M, salah seorang Bapa Rasuli, yaitu, Papias, uskup Hierapolis, belum benar-benar menyebut injil sebagai nama.4 Selain itu, bahkan setelah injil-injil itu mulai tampil sebagai satu bentuk karya sastra, injil-injil tersebut tidak sering dikutip sebagai teks otoritatif oleh para pendeta gereja awal. Kenyataannya, selama pertengahan pertama abad ke-2 M, kata-kata yang dianggap berasal dari Yesus sebagaimana dicatat dalam pelbagai macam injil jarang sekali dianggap sebagai teks otoritatif. Baru menjelang akhir perempat ketiga abad ke-2 M, injil-injil tersebut mulai memiliki peran sebagai kitab suci yang otoritatif dalam gereja-gereja Kristen awal.5 Namun, tulisan injil kemudian mulai mengambil bentuk seni sastra, dan ini akhirnya mengarah pada munculnya injil yang sangat banyak. Berikut ini daftar injil-injil yang berhasil diidentifikasi. 

DAFTAR INJIL-INJIL SEBELUM KANONISASI6

1. Injil Markus
2. Injil Matius 
3. Injil Lukas 
4. Injil Yohanes   
5. Dialog Sang Juru Selamat 
6. Injil Andreas 
7. Injil Apelles 
8. Injil Bardesanes   
9. Injil Barnabas   
10. Injil Bartelomeus 
11. Injil Basilides  
12. Injil Kelahiran Maria  
13. Injil Cerinthus  
14. Injil Hawa 
15. Injil Ebionit   
16. Injil Orang-orang Mesir
17. Injil Encratites 
18. Injil Empat Wilayah Surgawi 
19. Injil Orang-orang Ibrani 
20. Injil Hesychius 
21. Injil Masa Kecil Yesus Kristus
22. Injil Judas Iskariot
23. Injil Jude
24. Injil Marcion
25. Injil Mani             
26. Injil Maria
27. Injil Matthias
28. Injil Merinthus
29. Injil Menurut Kaum Nazaret
30. Injil Nikomedus
31. Injil Kesempurnaan
32. Injil Petrus
33. Injil Philipus
34. Injil Pseudo-Matius
35. Injil Scythianus
36. Injil Tujuh Puluh
37. Injil Thaddaeus
38. Injil Tomas
39. Injil Titan
40. Injil Kebenaran 
41. Injil Dua Belas Rasul
42. Injil Valentinus
43. Protevangelion James
44. Injil Rahasia Markus
45. Injil Tomas tentang Masa Kecil Yesus Kristus. 

Injil Setelah Kanonisasi
Dua puluh tujuh kitab yang disebut Perjanjian Baru dalam Alkitab merupakan kitab suci yang khusus bagi agama Kristen. Di antara ke-27 kitab ini (buka: Alkitab), salah satunya adalah kitab Wahyu Yohanes, 1 berupa sejarah gereja awal (Kisah Para Rasul), 21 merupakan surat-surat dari jenis yang satu atau lainnya (Paulus dan lainnya), dan 4 disebut sebagai injil (Markus, Matius, Lukas, dan Yohanes). Sangatlah tidak mungkin bahwa ke-27 kitab ini ditulis oleh setiap orang yang memiliki hubungan langsung dengan Yesus,7 meskipun masing-masing dari keempat injil itu memuat sejarah ajaran dan kenabian Yesus. 
Sangat mungkin bahwa kanon Perjanjian Baru berkembang secara bertahap selama beberapa abad. Pada awalnya, selama tiga abad pertama dari apa yang disebut era Kristen, tidak ada konsep mengenai kanon yang resmi dan tertutup berkenaan dengan kitab suci Perjanjian Baru. Beragam kitab dipandang sebagai kitab suci bergantung pada kekuatan klaimnya yang menyatakan sendiri bahwa kitab tersebut diwahyukan dari Tuhan. Peredaran dan popularitasnya di berbagai gereja Kristen menentukan kekuatan klaim itu. Akibatnya, apa yang dulunya dianggap sebagai kitab suci di satu tempat tidak lagi selalu dianggap demikian di tempat lain. 
Namun demikian, pada awal abad ke-4 M, situasi tersebut mulai berubah. Dalam bukunya Ecclesiastical History, Eusebius Pamphili, uskup Kaisarea pada abad ke-4 M, mengusulkan sebuah kanon kitab suci Perjanjian Baru di mana ia mengabaikan banyak kitab yang sekarang ditemukan dalam Perjanjian Baru. Pada tahun 367 M, Athanasius, uskup Aleksandria, mengedarkan sepucuk surat Orang Timur, yang memasukkan daftar pertama kitab suci Perjanjian Baru yang sesuai dengan Perjanjian Baru sekarang, meskipun hanya beberapa tahun sebelumnya ia telah memperjuangkan Gembala Hermas (The Shepherd of Hermas) sebagai kitab suci yang akurat dan kanonik. Kitab suci Perjanjian Baru kemudian diratifikasi oleh Dewan Hippo tahun 393 M, Sinode Chartage tahun 397 M, dan Dewan Carthagina tahun 419 M. Namun demikian, tidak seluruh gereja Timur sepakat dengan kanon yang diusulkan ini hingga saat ketika terjemahan dalam bahasa Suriah yang kira-kira muncul pada tahun 508 M akhirnya sesuai dengan kanon ini.8
Dengan demikian, memerlukan waktu tiga hingga lima abad untuk mengikuti selesainya kenabian Yesus sebelum gereja-gereja Kristen awal merumuskan kanon akhir yang terdiri atas 27 kitab, yang kini merupakan Perjanjian Baru. Di antara ke-27 kitab ini, Al-Qur'an hanya merujuk pada Injil Yesus; empat injil kanonik agama Kristen pasti bukan merupakan kitab wahyu ini, meskipun mereka memasukkan bagian-bagian dari kitab ini dalam pelbagai catatan mereka mengenai "sabda-sabda" yang konon berasal dari Yesus.  

Keterangan:

1. Galatia 1:11-12
2. Sunberg AC (1971)
3. A) Duncan GB (1971) B) Davies JN (1929a) C) Moffat J (1929) D) Sunberg AC (1971) E) Pherigo LP (1971) F) Asimov J (1969) G) Mack BL (1996) H) Nineham DE (1973) I) Leon Dufour X (1983) J) Kee HC (1971) K) Fenton JC (1973) L) Baird W (1971) M) Shepherd MH (1971)
4. Rujukannya adalah kepada Markus, yang dinisbahkan kepengarangannya pada seorang penerjemah Petrus, salah seorang murid Yesus. Penting dinyatakan bahwa rujukan oleh Papias dengan jelas menyatakan bahwa pengarang Markus tidak pernah bertemu dengan Yesus, dan bukan salah seorang pengikut Yesus. Lebih jauh, Papias menyatakan bahwa ia lebih menyukai tradisi-tradisi lisan daripada injil-injil tertulis yang akrab dengannya. (Jerald F. Dirks [2001])
5. Sunberg AC (1971)
6. A) Platt RH, Brett JA (eds) B) Cameron R (1982) C) Pagels E (1979) D) Robinson JM (1990) E) Hennecke E, Schneemelcher W, Wilson RM (1963)  
7. A) Laymon CM (1971b) B) Mack BL (1996)
8. Sunberg AC (1971) 

Rujukan:
- Asimov I (1968): Asimov's Guide to the Bible: Volume II. The New Testament. New York, Avon Books.
- Baird W (1971): The gospel according to Luke. Dalam Laymon CM (1971b): The Interpreter's One-Volume Commentary on the Bible. Nashville, Abingdon Press, 1971.
- Cameron R (1982): The Other Gospels: Non-Canonical Gospel Texts. Philadelphia, The Westminster Press. 
- Davies JN (1929a): Mark. Dalam Eiselen FC, Lewis E, Downey DG (1929): The Abingdon Bible Commentary. New York, Abingdon-Cokesbury Press. 
- Duncan GB (1971): Chronology. Dalam Laymon CM (1971b): The Interpreter's One-Volume Commentary on the Bible. Nashville, Abingdon Press, 1971. 
- Fenton JC (1973): Saint Matthew. Baltimore, Penguin Books. 
- Hennecke E, Schneemelcher W, Wilson RM (1963): New Testament Apocrypha. Volume I. Gospels and Related Writings. Philadelphia, The Westminster Press. 
- Jerald F.Dirks (2001): The Cross and The Crescent. Maryland, Amana Publications. 
- Kee HC (1971): The gospel according to Matthew. Dalam Laymon CM (1971b): The Interpreter's One-Volume Commentary on the Bible. Nashville, Abingdon Press, 1971. 
- Laymon CM (1971b): The Interpreter's One-Volume Comentary on the Bible. Nashville, Abingdon Press, 1971.
- Leon Dufour X (1983): Dictionary of the New Testament. San Francisco, Harper & Row. 
- Mack BL (1996): Who Wrote The New Testament?: The Making of the Christian Myth. San Francisco, Harper. 
- Moffat J (1929): The formation of the New Testament. Dalam Eiselen FC, Lewis E, Downey DG (1929): The Abingdon Bible Commentary. New York, Abingdon-Cokesbury Press. 
- Nineham DE (1973): Saint Mark. Baltimore, Penguin Books. 
- Pagels E (1979): The Gnostic Gospels. New York, Random House. 
- Pherigo LP (1971): The gospel according to Mark. Dalam Laymon CM (1971b): The Interpreter's One-Volume Commentary on the Bible. Nashville, Abingdon Press, 1971. 
- Platt RH, Brett JA (eds): The Lost Books of the Bible and The Forgotten Books of Eden. New York, The World Publishing Co. 
- Robinson JM (1990): The Nag Hamadi Library in English. San Francisco, Harper. Nag Hamadi, sebuah wilayah di Mesir, adalah tempat ditemukannya berbagai kitab apokrif dan dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan erat dengan gereja Kristen awal (penggalian tahun 1945).
- Shepherd MH (1971): The gospel according to John. Dalam Laymon CM (1971b): The Interpreter's One-Volume Commentary on the Bible. Nashville, Abingdon Press, 1971. 
- Sundberg AC (1971): The making of the New Testament canon. Dalam Laymon CM (1971b): The Interpreter's One-Volume Commentary on the Bible. Nashville, Abingdon Press, 1971.  

Wassalaam.