Muslimah pertama dalam Islam yang menewaskan orang musyrik dengan tangannya, dalam peperangan menegakkan agama Allah. [kata ahli-ahli sejarah
Dia wanita bangsawan yang berpikiran murni dan memiliki karakter tinggi. Orang-orang pandai menilainya dengan seribu macam penilaian. Sebagai wanita sahabat yang gagah berani, tercatat dalam sejarah Islam. Dia muslimah pertama yang menewaskan orang musyrik dengan tangannya dalam perang menegakkan agama Allah. Dia wanita pertama yang muncul menunggang kuda dan menghunus pedang dalam perang fi sabilillah.
Siapa sesungguhnya srikandi muslimah ini?
Dia adalah SHAFIYAH BINTI ABDUL MUTTHALIB AL HASYIMIYAH AL QURASYIYAH, bibi Muhammad bin Abdul Mutthalib, Rasulullah SAW. Kemuliaan adalah melengkupi Shafiyah dari berbagai pihak. Ayahnya Abdul Mutthalib bin Hasyim, kakek Nabi SAW, seorang pemimpin Quraisy yang dipatuhi. Ibunya Halah binti Wahab, saudaranya Aminah binti Wahab ibunda Rasulullah SAW. Suaminya yang pertama Al Harits bin Harb, saudara Abu Sufyan bin Harb, pemimpin Bani Umayyah.
Al Harits wafat ketika Shafiyah masih menjadi isterinya. Suaminya yang kedua Al Awwam bin Khuwailid, saudara laki-laki Khadijah binti Khuwailid, pemimpin wanita Arab pada masa jahiliyah, dan Ummul Mu'minin pertama dalam Islam. Puteranya Zubair bin Awwam, pembantu khusus (Hawariy) Rasulullah SAW.
Kemuliaan turunan yang bagaimanakah lagi yang hendak diraih orang sesudah itu selain kemuliaan Iman? Suaminya kedua meninggalkan seorang putera baginya. Anak itu ditinggal wafat oleh bapaknya ketika kecil dan diberinya nama “Zubair”. Zubair dibesarkan Shafiyah dengan pendidikan yang keras. Dia mengajar anaknya kepintaran berkuda dan berperang. Permainannya lomba memanah dan memperbaiki busur. Shafiyah biasa meninggalkan anaknya di tempat-tempat angker, dan membawanya ke tempat-tempat berbahaya. Bila dilihatnya Zubair mundur maju atau ragu-ragu, dipukulnya. Sehingga pada suatu ketika Shafiyah ditegur oleh pamannya.
Kata paman, “Engkau memukul dengan pukulan kebencian, bukan dengan pukulan seorang ibu….”
Shafiyah menjawab dengan bersajak.
“Siapa mengatakan aku memukul benci, sungguh dusta,
Aku memukul supaya pintar,
Tangguh menghadapi musuh,
Pulang dengan kemenangan.”
Kemudian Allah mengutus Nabi-Nya membawa agama yang hak, memberi kabar takut dan kabar gembira. Allah memerintahkan Nabi supaya memulai dakwah dalam keluarga terdekat. Maka dikumpulkannya segenap bani Abdul Mutthalib, pria, wanita, orang tua dan anak-anak.
Nabi berpidato di hadapan mereka :
“Hai, Fatimah binti Muhammad….!
“Hai, Shafiyah binti Abdul Mutthalib…!
Hai, Bani Abdul Mutthalib….!
“Aku tidak dibekali Allah untuk kalian, kecuali mengajak kalian iman kepada Allah dan mempercayai kerasulanku…”
Setelah selesai berpidato, ada di antara mereka yang segera menerima dakwah (ajakan) beliau, ada yang ragu-ragu, dan ada pula yang menolak mentah-mentah. Shafiyah termasuk kelompok pertama yang menerima dan percaya.
Karena itu lengkaplah sudah terkumpul pada pribadi Shafiyah seluruh unsur kemuliaan, yaitu unsur-unsur keturunan sebagai bangsawan tinggi, disempurnakan dengan unsur ketinggian Islam.
Sejak itu Shafiyah dan puteranya membaur ke dalam kelompok cahaya yang terang benderang. Dia turut berjuang mati-matian, dan bekerja keras bersama-sama kaum muslimin kelompok pertama menegakkan panji-panji dakwah menghadapi tantatangan kaum Quraisy, baik berupa agitasi, intimidasi, dan segala macam teror yang dilancarkan Quraisy.
Ketika Allah mengizinkan Nabi-Nya dan orang-orang mukminin hijrah ke Madinah, Shafiyah yang bangsawan Bani Hasyim ini pun turut pula berhijrah. Dengan ikhlas ditinggalkannya kota Makkah dengan kenangan-kenangan indah, kebangsawanan, kemegahan dan kebanggaan. Dihadapkannya mukanya ke Madinah sebagai muhajirin, pindah dari agama sesat nenek moyang ke agama Allah dan Rasul-Nya.
Kini Sayyidah (nyonya) yang agung ini memasuki usia keenam puluh dalam hidupnya yang panjang dan penuh tantangan sebagai srikandi. Dia telah turut berperan di berbagai medan jihad seperti yang selalu disebut-sebut oleh sejarah sebagai cerita yang menabjubkan dan penuh sanjungan.
Di halaman yang terbatas ini cukuplah kiranya kami ketengahkan peranan beliau yang tidak saja memperlihatkannya sebagai pendekar gagah, tetapi juga muslimah yang sabar, berhati teguh dan beriman kuat, yaitu dalam perang Uhud .
Dalam perang Uhud, Shafiyah turut berperang bersama-sama tentara muslimin, bergabung dalam pasukan para wanita. Tugasnya mengangkat air, menyediakan anak panah, dan memperbaiki busur. Di samping itu Shafiyah mempunyai tujuan atau alasan khusus. Dia ingin merekam seluruh jalannya pertempuran ke dalam ingatannya yang kuat.
Memang tidak mengherankan kalau dia mempunyai keinginan pribadi seperti itu. Mengapa tidak? Karena di medan tempur terdapat anak saudaranya, Muhammad Rasulullah, terdapat saudaranya Hamzah bin Abdul Mutthalib, yang dijuluki “Asadullah” (singa Allah), dan ada pula anak kandungnya Zubair bin Awwam, yang berpredikat “Hawary Nabiyallah” (pembantu khusus Nabi Allah). Dan yang lebih mendasar daripada itu semua bahwa yang diikutinya itu menentukan perjalanan agama Islam, yang dianuti dengan sungguh-sungguh oleh Shafiyah.
Ketika memperhatikan jalannya pertempuran, Shafiyah melihat kaum muslimin terdesak hingga terpencar-pencar jauh dari Rasulullah. Hanya sedikit jumlah mereka yang tinggal bertahan bersama beliau. Sementara itu kaum musyrikin menyerbu dengan pesatnya, sehingga hampir tiba dekat Rasulullah dan mereka hampir membunuh beliau. Secepat kilat Shafiyah melemparkan tempat air yang dibawanya, lalu dengan tangkas dia melompat bagaikan singa betina sedang melatih anaknya. Direbutnya pedang seorang muslim yang lari ketakutan. Kemudian ia maju menyerang barisan musuh dengan pedang terhunus dan menebas setiap musuh yang berada di hadapannya. Dia berteriak kepada kaum muslimin, “Pengecut kalian! Mengapa kalian tinggalkan Rasulullah?” katanya.
Ketika Nabi melihat Shafiyah maju ke tengah medan, beliau kuatir kalau Shafiyah tak kuat menahan sedih menemukan mayat saudaranya Hamzah bin Abdul Mutthalib yang tewas di tengah medan pertempuran. Lalu beliau memberi isyarat kepada Zubair. “Cegah ibumu, Zubair….! Cegah ibumu…! Kata beliau memerintahkan Zubair menyuruh ibunya kembali.
Zubair segera berpacu mengejar ibunya. “Ibu..! Kembali..! Ibu…Kembali!” teriak Zubair memanggil ibunya.
“Pergi kau..! Tidak ada ibu-ibuan..!” jawab Shafiyah.
“Rasulullah memerintahkan ibu kembali..! kata Zubair pula.
Mengapa? Aku mendengar mayat saudaraku dirusak binasakan mereka. Padahal saudaraku tewas fi sabilillah…! Kata Shafiyah.
“Biarkan ibumu, hain Zubair!” kata Rasulullah.
Zubair membiarkanya ibunya pergi.
Ketika pertempuran telah usai, Shafiyah berdiri dekat mayat saudaranya. Didapatinya perut Hamzah terbelah. Jantungnya diambil orang. Hidung dan kupingnya sudah dipotong. Mukanya rusak tak dapat dikenali.
Menyaksikan pemandangan yang mengerikan itu, Shafiyah memohon ampun bagi Hamzah. Kemudian berkata : “Dia tewas fi sabilillah, Aku ridha dengan keputusan Allah atasnya, Demi Allah! Aku akan tetap sabar, dan menyerahkan semua ini kepada Allah, serta memohonkan pahala untuknya…”
Itulah peran Shafiyah binti Abdul Mutthalib dalam perang Uhud. Semoga Allah meridhai Shafiyah binti Abdul Mutthalib. Dia merupakan contoh tunggal bagi wanita muslimah. Dia mengembangkan kepribadian sendiri, lalu diperkuatnya kepribadian itu. Dia tidak luput dari berbagai macam kesulitan, tetapi senantiasa mengatasinya dengan cara yang paling baik, yaitu meneguhkan hati (sabar) serta iman yang kokoh. [fosmil.org] swaramuslim.net