By Ruswanto
Suatu hari Khalifah Ali bin Abi Thalib berkirim surat kepada salah seorang pejabatnya yang ada di daerah. Surat tersebut berisi pesan-pesan (wasiat-wasiat) beliau yang cukup banyak, di antaranya beliau berwasiat: ''Janganlah kesukaanmu yang sangat pada segala sesuatu yang paling dekat dengan kebenaran, paling luas dalam keadilan, dan paling meliputi kepuasan rakyat banyak. Sebab, kemarahan rakyat banyak mampu mengalahkan kepuasan kaum elite. Adapun kemarahan kaum elite dapat diabaikan dengan adanya kepuasan rakyat banyak. Sesungguhnya rakyat yang berasal dari kaum elite ini adalah yang paling berat membebani wali negeri dalam masa kemakmuran; paling sedikit bantuannya di masa kesulitan; paling membenci keadilan; paling banyak tuntutannya, namun paling sedikit rasa terima kasihnya bila diberi; paling lambat menerima alasan bila ditolak; dan paling sedikit kesabarannya bila berhadapan dengan berbagai bencana ...'' (Nahjul Balaghah: 98-99).
Pesan Khalifah Ali kepada pejabatnya tersebut, kalau kita amati benar-benar, adalah karena didasarkan pada rasa tanggung jawab yang demikian tinggi sebagai pemimpin umat (bangsa), serta didasarkan pada analisisnya terhadap kepemimpinan sebelumnya.
Tanggung jawab seorang pemimpin sungguh berat sekali, di antaranya selain dia berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan, dia juga berkewajiban membawa rakyatnya kepada kehidupan yang aman, damai dan sejahtera. Namun melaksanakan tanggung jawab tersebut tangannya cukup berat, di antaranya datang dari kaum elite. Mereka -- kata Ali -- adalah yang paling membebani wali negeri (para pejabat) di masa kemakmuran, dan paling sedikit bantuannya (solidaritas sosialnya) di masa kesulitan, paling benci terhadap keadilan dan paling sedikit rasa terima kasihnya.
Bila kita mencermati tentang kehancuran Orde Baru, maka salah satu sebabnya ialah akibat ulah segelintir orang (kaum elite) yang menguasai mayoritas kue ekonomi (70 persen). Mereka adalah kaum yang mendapat berbagai fasilitas dalam pembangunan sehingga mereka menjadi konglomerat.
Namun sayangnya mereka tak tahu diuntung, mereka kurang berterima kasih terhadap negara yang telah memberikan fasilitas, mereka malah semakin arogan dan sombong, serta menjadikan uang bagi segalanya. Dengan uangnya itulah mereka menciptakan KKN sebagai sarana untuk menambah dan menumpuk kekayaan.
Tindakan segelintir kaum elite itu kemudian menimbulkan ketidakpuasan dan kemarahan rakyat banyak. Ketidakpuasan dan kemarahan rakyat banyak itu mencapai puncaknya pada Mei 1998, khususnya tanggal 13-15 bulan tersebut, yang berakhir pada hancurnya pemerintahan Orde Baru. Itulah sebabnya mengapa Ali bin Abi Thalib ketika menjadi khalifah lebih mengutamakan rakyat banyak daripada segelintir kaum elite (hartawan), karena kepuasan rakyat banyak akan membawa kedamaian secara umum, sebaliknya kemarahan mereka dapat menghancurkan negara dan masyarakat. ahi