''Mengapa seseorang harus menanggung dosa orang lain? Masak , hanya dengan meminta ampun, dosa langsung diampuni tanpa ada perbuatan yang dilakukan untuk memperbaikinya. Sangat tidak masuk akal.'' Begitulah kalimat yang disampaikan Gene Netto, mualaf asal Selandia Baru, saat ditanya Republika alasannya memilih Islam.
Karena kebingungannya memahami maksud yang tidak rasional itu, Gene memutuskan menjadi seorang yang tidak percaya dengan agama (ateis). Saat itu, ia baru berusia 10 tahun. Baginya, daripada percaya dengan hal demikian, lebih baik memikirkan hal yang lain. Namun begitu, ia percaya Tuhan.
Ketika beranjak dewasa dan menjadi mahasiswa di Universitas Griffith, Australia, Gene tetap tidak tertarik dengan agama apa pun. Baginya, tidak ada agama yang mampu menjelaskan masalah pengampunan dosa itu.
Maka, ketika bertemu dengan seorang mahasiswa asal Indonesia yang beragama Islam dan menjelaskan bahwa hanya Tuhan yang mampu mengampuni dosa asal orang tersebut tidak mengulanginya lagi, pria kelahiran New Zealand 39 tahun lalu ini langsung terperangah. ''Benarkah demikian?'' batin Gene.
Padahal, itulah untuk pertama kalinya Gene bertemu dengan orang Islam. Maka, ia pun banyak bertanya tentang konsep Tuhan dalam Islam. Awalnya, ia memandang Islam sama seperti agama-agama lainnya. Tidak masuk akal, tidak rasional.
Namun, setelah bertanya dan membandingkannya, ia mulai menemukan secercah cahaya dalam Islam. Maka, ia pun terus-menerus mempelajari Islam, berharap mendapatkan sesuatu yang bisa salah dan keliru. Namun, semakin ia mempelajari, Gene semakin menemukan sesuatu yang sangat menakjubkan.
Puncaknya adalah saat ia mempelajari Alquran, kitab sucinya umat Islam. Bukan isinya, melainkan hanya tulisan Arab-nya. Ia membandingkan Alquran cetakan terbaru dengan cetakan puluhan tahun silam. Hasilnya, tak ada satu pun huruf yang berubah. Begitu juga dengan Alquran versi Australia, Inggris, Indonesia, Arab Saudi, Mesir, dan lain sebagainya. Semuanya sama.
Sementara itu, kitab Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama yang ia punya sudah memiliki perbedaan makna. ''Saya membandingkan cetakan tahun 1960-1990 dengan penerbit yang sama. Ternyata, di dalamnya terdapat perbedaan atau perubahan. Karena itu, saya semakin yakin, Islam adalah yang benar dan dari Tuhan. Masak kitab yang difirmankan Tuhan dalam waktu hanya 30 tahun sudah berubah,'' batinnya.
Suatu hari, ketika berkesempatan ke Indonesia, ia mempelajari budaya Indonesia sekaligus Islam. Ia mendalami agama Islam melalui buku-buku. Akhirnya, setelah lebih dari lima tahun mempelajari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini, ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi seorang Muslim.
''Alquran tidak mungkin ditulis oleh Muhammad, tetapi ada yang membimbingnya dan menjelaskan firman-firman itu, yakni Allah SWT,'' terang Gene yang pernah menjadi mahasiswa di Universitas Atmajaya dan Universitas Indonesia ini.
Saat mengucapkan dua kalimat syahadat, Gene hanya dibimbing oleh seorang teman. Saat itu, Gene mengaku tak ada perasaan khusus apa-apa. Hanya, dia merasa dirinya lebih lengkap, lebih baik, dan merasa melangkah di jalan yang benar. ''Sebelumnya, saya tidak beriman. Sekarang, saya jadi beriman dan merasa lebih baik.''
Hal yang terpikirkan pertama kali saat Gene menjadi mualaf dan tekadnya pertama kali adalah mau belajar shalat saja. Sebenarnya, hal itu tidak ada istimewanya, namun dia mengaku bingung, bagaimana memulainya dan bagaimana caranya. Terlebih lagi, dia tak masuk pesantren atau belajar agama kepada seseorang.
Belum setahun mualaf ini menjalani Islam dalam kehidupannya, seorang teman mengajak Gene untuk bertemu dengan KH Masyhuri Syahid, wakil ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang wafat tahun 2007 silam.
Dari ulama inilah, Gene menimba ilmu agama. Pelajaran fikih didapatnya tiap Rabu. ''Saya selalu bingung dan bertanya, mengapa ini benar dan mengapa itu salah. Dari sisi tafsir dan fikih. Beliau belum pernah tidak tahu berbagai pertanyaan dari saya. Bahkan, saya pernah iseng-iseng tanya, bagaimana shalatnya orang di ruang angkasa. Eh, ternyata, beliau menjawabnya dengan jelas. Beliau membimbing saya terus sampai wafatnya.''
Karena itulah, ia merasa keislamannya kini semakin mantap. Apalagi, Islam selalu memberikan jawaban yang logis. Mulai dari persoalan emosi, fisik, dan spiritual. Manusia membutuhkan itu semua. Manusia makan, menangis, marah, dan lainnya. Tapi, manusia juga butuh kebutuhan spiritual.
Bagaimana memenuhi kebutuhan spiritual itu? ''Harus semakin dekat dengan Tuhan. Sebab, tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang tidak membutuhkan Tuhan. Itu sudah ada sejak ribuan tahun silam, termasuk ketika manusia menciptakan berhala-berhala untuk disembah,'' terang Gene yang kini semakin sibuk dengan undangan ceramah di berbagai tempat di Indonesia.
''Saya semakin yakin dan mantap dengan agama Islam. Mudah-mudahan, saya bisa istikamah dalam menjalankan perintah Allah dan mengikuti sunah Rasulullah SAW,'' harapnya. ed : sya
Saat memutuskan diri menjadi Muslim, Gene merasa semakin lebih baik. Kendati harus berpisah dengan kedua orang tua dan adik-adiknya di Selandia Baru, Gene betah di Indonesia. Ia merasa dunia dakwah di Indonesia ini penuh dengan tantangan.
Gene mengakui, Indonesia adalah negara yang sangat kondusif dalam menyebarkan dakwah. Karena itu, ia akan senantiasa mengisi dakwah dan ceramah demi menemui umat dan menyampaikan kebenaran Islam.
''Kalau di Selandia Baru atau Australia, mungkin belum cocok buat saya berdakwah. Sebab, kalau di sana, mungkin hanya satu-dua orang yang mau masuk Islam. Tapi, kalau di sini sangat banyak dan bisa memberikan pendalaman agama kepada orang yang sudah Islam sejak lahir,'' terangnya.
Tak hanya melalui panggung ke panggung, Gene juga berdakwah melalui tulisan dan media massa, seperti blog , email, dan lainnya. ''Melalui tulisan, banyak orang yang bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan bisa diakses di mana saja,'' ujarnya.
''Saya tak berniat pulang kembali ke Australia ataupun Selandia Baru untuk berdakwah,'' tambahnya.
Ia kini sangat mencintai Indonesia, sama seperti kampung halamannya sendiri. Namun, Gene kesulitan untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia. Ia berharap, ia diberikan kemudahan menjadi warga negara Indonesia (WNI) atau mengurus visa. Gene kini hanya bergantung pada visa budaya yang harus diperbaruinya setiap enam bulan.
Pembinaan mualaf
Satu hal penting yang kini menjadi pemikiran Gene adalah pembinaan para mualaf, orang-orang yang baru masuk Islam. Menurutnya, orang-orang yang baru masuk Islam itu harus mendapatkan pembinaan khusus untuk memperkuat pengetahuan keislaman dan keimanan mereka. Tanpa itu, jelas Gene, dikhawatirkan akan banyak mualaf yang hanya menjadi bahan ledekan orang-orang non-Muslim yang tak senang dengan Islam. Untuk itu, kata dia, harus ada lembaga khusus yang menangani mereka.
''Sekarang ini memang ada lembaga yang mewadahi para mualaf. Namun, lembaga itu masih sebatas tempat berkumpul saja,'' ujarnya.
Diakui Gene, kelompok tersebut juga ada yang membina pengetahuan keislaman para mualaf. Namun, menurutnya, hal itu masih sangat kurang. ''Saya berharap lebih menasional dan banyak. Sebab, banyak mualaf ataupun orang yang ingin belajar Islam dan berada di pelosok daerah, namun mereka kesulitan untuk mempelajari Islam yang lebih komprehensif,'' jelasnya.
Gene menambahkan, banyak orang yang masuk Islam, tapi tak tahu bagaimana menjalankan ibadah dan harus ke mana mereka bertanya. Sementara itu, di daerah tersebut tidak ada lembaga khusus yang menangani mereka.
''Para mualaf itu biasanya akan disingkirkan oleh keluarganya, dijauhi dari lingkungan asalnya, bahkan dikeluarkan dari tempat kerjanya. Mereka kerap merasa sendirian. Untuk itulah, dibutuhkan lembaga yang membantu mereka,'' paparnya.
Pengalaman inilah yang dialami Gene Netto. Ia menjelaskan, sewaktu dirinya sudah menjadi Muslim, anggota keluarganya di Australia sempat menolak kehadirannya. Namun, setelah diberikan penjelasan secara khusus, barulah mereka menerimanya.
Karena itu, agar kejadian serupa tidak menimpa kalangan mualaf lainnya, ada baiknya dibentuk wadah khusus untuk membina dan mewadahi kalangan mualaf ini.
Gene mengakui, saat ini ada organisasi yang membina kalangan mualaf, seperti Perhimpunan Muslim Tionghoa Indonesia (PITI) atau Pembina Iman Tauhid Indonesia. Namun, organisasi ini masih sangat terbatas. Ia berharap, organisasi semacam ini bisa lebih luas dan menjangkau seluruh Indonesia.
''Apalagi kalau ada dana. Sehingga, ada petugas khusus yang ditempatkan di masing-masing daerah untuk membina mualaf. Jika ada orang yang ingin bertanya lebih dalam tentang Islam di suatu daerah, petugas atau ustaz itulah yang akan menanganinya,'' harapnya.
Ustaz pembina itu, lanjutnya, diharapkan memahami karakter setiap mualaf atau orang yang mau mempelajari Islam, terutama orang luar negeri (bule). ''Orang bule itu biasanya membutuhkan penjelasan yang sesuai dengan logika dan akal. Kalau seorang ustaz tidak bisa menjelaskannya dengan logika, mereka tidak akan tertarik dengan yang disampaikan.
''Kalau A bilang boleh dan B bilang tidak boleh, mereka tak bisa bedakan. Mereka tidak bisa asal masuk masjid dan minta tolong. Banyak yang tidak tahu kalau mereka boleh masuk masjid (dalam keadaan non-Muslim). Mereka takut akan diusir,'' ujar Gene yang sedang mempersiapkan sebuah buku mengenai perjalanannya menemukan Allah dengan judul, Mencari Tuhan, Menemukan Allah .
Ia berharap lembaga, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Departemen Agama, memiliki hal itu sehingga memudahkan calon-calon mualaf mendapatkan penjelasan tentang Islam yang benar.
Biodata
Nama: Gene Netto
Lahir: Selandia Baru, tahun 1970
Masuk Islam : 1996
Pendidikan : Universitas Griffith Australia, Universitas Atmajaya, dan Universitas Indonesia (UI).
Aktivitas : ceramah, mengajar bahasa Inggris, dan guru di PP Daarul Quran Tebet.
Red: irf