REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menara adalah salah satu unsur arsitektural Islam yang dianggap penting pada bangunan masjid. Menara muncul dari kebutuhan pada panggilan untuk shalat. Suara muadzin dari atas menara diharapkan dapat di dengar dari jarak jauh.
Pada awal perkembangannya, Islam belum mengenal adanya bangunan menara pada masjid. Menurut sarjana Inggris terkemuka yang mengkaji arsitektur Islam, KAC Creswell, Masjid Quba yang dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah tak dilengkapi dengan menara. ''Pada saat Nabi Muhammad belum dikenal menara,'' ungkap Creswell.
Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam 4: Pemikiran dan Peradaban disebutkan, semasa Rasulullah SAW hidup, panggilan untuk shalat dikumandangkan dari atap rumahnya di Madinah. Begitu pula pada era kepemimpinan Khulafa ar-Rasyidin, papar Creswell, masjid-masjid yang dibangun belum diengkapi dengan bermenara. Hanya saja ada semacam ruang kecil di puncak teras masjid sebagai tempat muadzin mengumandangkan adzan.
Lalu kapan menara masjid pertama kali dibangun? Laman Wikipedia menyebutkan menara tersebut dibangun di Basra pada tahun 665 Masehi sewaktu pemerintahan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan. Muawiyah mendukung pembangunan menara masjid untuk menyaingi menara-menara lonceng di gereja.
Namun menurut Creswell, jejak menara di dunia Islam pertama kali ditemukan di Damaskus mulai tahun 673 M. ''Menara pertama kali berdiri di samping masjid 41 tahun setelah Nabi Muhammad SAW tutup usia,'' tutur Creswell. Meski begitu, beberapa sarjana mengungkapkan, di rumah Abdullah ibnu Umar berdiri sebuah tiang. Dari atas tiang itu adzan dikumandangkan adzan sehingga bisa terdengar sampai jauh. Konon, tiang itu masih berdiri hingga abad ke-10 Hijriyah.
Sekitar tahun 703 M atau 91 H, Umar ibnu Abdul Aziz juga telah membangun empat menara di setiap sudut Masjid Nabawi. Setiap menara tingginya mencapai sembilan meter. Melalui menara itu, muadzin bisa mengumandangkan panggilan shalat. Sementara itu, Ensklopedia Britanicca menyebutkan, menara masjid tertua di dunia terdapat di Kairouan, Tunisia yang dibangun antara tahun 724 M hingga 727 M.
Tradisi Byzantium
Versi lain menyebutkan, Khalifah Al-Walid I (705-715) dari Bani Umayyah merupakan pemimpin muslim pertama yang memasukkan unsur menara sebagai salah satu unsur khas dalam arsitektur masjid. Semasa berkuasa, Al-Walid I memang dikenal sebagai pemimpin yang punya selera dan kepedulian tinggi dalam rancang bangun arsitektur.
Tradisi membangun menara ini diawali ketika Al-Walid I memerintahkan pemugaran bekas bangunan basilika Santo John menjadi sebuah masjid besar, yang kemudian menjadi Masjid Agung Damaskus. Awalnya, pada bekas bangunan basilika tersebut terdapat dua buah menara yang berfungsi sebagai penunjuk waktu, lonceng pada siang hari dan kerlipan lampu pada malam hari.
Menara itu merupakan salah satu ciri khas bangunan Byzantium. Dalam Ensikopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve (IBVH) disebutkan, asal-usul menara sebagai sebuah bangunan arsitektural mungkin didasarkan pada satu ada campuran beragam sumber. Ada yang menyebutkan berasal dari menera api simbolis Zoroaster hingga menara pengawas Romawi, mercu suar pantai, hingga gereja.
Namun, terlepas dari mana asal-muasalnya, Khalifah Al-Walid I amat tertarik untuk mempertahankan kedua menara yang bertengger di basilika Santo Jhon itu. Bahkan, untuk mempertegas wibawa dan kemegahan Masjid Agung Damaskus itu, dia kemudian membangun lagi sebuah menara di sisi utara pelataran masjid (tepat di atas Gerbang al-Firdaus). Menara itu pun biasa disebut Menara Utara Masjid Damaskus.
Setahun kemudian (706 M), Khalifah Al-Walid I memutuskan memugar Masjid Nabawi di Madinah. Awalnya, masjid itu tak dilengkapi satu menara pun. Atas perintah Al-Walid I, para arsitek mulai membangun menara masjid sebagai tempat muadzin untuk mengumandangkan adzan. Bentuk menara pada Masjid Nabawi dan menara utara Masjid Damaskus sangat mirip, terutama pada ornamen kubah puncak menara yang ramping.
Red: Budi Raharjo
Rep: Nidi Zuraya