Islam di Mata Mohamed Chechev, Warga Indian yang Jadi Mualaf

image

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY - Dibesarkan sebagai seorang Kristen, Manuel Gomez sekarang berganti nama menjadi Mohamed Chechev.

Tepatnya, setelah ia bersyahadat beberapa tahun lalu.

"Saya Muslim, saya tahu kebenaran kini," kata Chechev dalam bahasa Spanyol.

Dalam tulisan sebelumnya, telah disebutkan dia tinggal di sebuah komunitas Protestan di Chiapas disebut yang disebut Nueva Esperanza di pinggiran San Cristobal de las Casas. Nueva Esperanza adalah rumah bagi sekitar 300 warga Tzotzil, masyarakat adat asal Maya, yang telah masuk Islam.

Beberapa langkah dari rumah Chechev, sebuah bangunan sederhana berdiri. Bangunan yang didirikan oleh Gerakan Murabitun, sebuah komunitas Sufi yang didirikan pada tahun 1968 oleh seorang Skotlandia yang telah masuk Islam, kini difungsikan sebagai mushala dan madrasah.

Dari beberapa mualaf, Chechev belajar Islam. Selain dari kepala suku yang lebih dulu menjadi Muslim, ia juga belajar dari Aurelanio Perez, seorang Spanyol yang berubah nama menjadi Amir Mustapha setelah berislam. Ia mendirikan komunitas Marabutin di Chiapas dan aktif berdakwah di antara suku Tzotzil, suku Indian Maya.

Chechev yang tidak dapat membaca atau menulis Spanyol tapi bisa berbahasa Spanyol, kini fasih melafalkan beberapa surat Alquran dan beberapa doa.

"Nabi Muhammad tidak bisa membaca dan menulis. Saya juga. Tapi saya bisa melafalkan suci Alquran. Ini adalah keajaiban untuk dapat masuk Islam," katanya.

Di matanya, Allah sungguh penyayang. "Dia mengajarkan kita segalanya dan memberi kita segala sesuatu yang datang dari dia," tambah Chechev.

Dia kini rajin membaca hadis, mempelajari tuntunan keseharian Rasulullah. Lalu, ia mencoba menerapkan dalam kesehariannya. "Petunjuk Islam sungguh komplet," katanya.

Chechev telah melakukan perjalanan ke jantung Islam, di Arab Saudi, pada tahun 1998 untuk menunaikan ibadah haji, dengan bantuan Amir Mustapha. Beberapa kerabat Chechev, termasuk istrinya, turut serta.

"Aureliano mengatakan kepada saya bahwa jika kita menerima Allah, kami harus mengunjungi rumah Allah. Seperti mimpi, kami semua berpakaian putih.Di sana, mereka yang berkulit putih, hitam, orang cokelat, berbaur, tidak ada masalah. Kami semua sama di mata Allah," katanya.

Noora, istrinya,  wajah berbinar begitu dia mendengar tentang Makkah.

"Ketika saya pergi ke sana, aku merasa bangga sebagai Muslim. Saat itu saya berdoa pada Allah meminta masjid untuk kampung kami. Insya Allah, jika Tuhan menghendaki, kami akan memilikinya dalam waktu dekat," katanya.

Noora berharap bahwa putranya, Ibrahim (Anastacio), akan menjadi seorang imam setelah sekolahnya selasai.

Redaktur: Siwi Tri Puji B

Sumber: MEO