Stephen Suleyman Schwartz: Dari Komunis Menjadi Muslim (Bag 2)

image

Nenek menjadi orang yang memiliki pengaruh penting dalam perkembangan hidupnya.

Dari merekalah, Schwartz mempelajari agama. Pada usia delapan tahun,  ia mulai diajarkan untuk mempercayai adanya Tuhan. Dan sejak itu pula ia memberontak melawan orangtuanya yang mengikuti garis kiri dan menjadi orang yang religius.
Schwartz kerap berdiskusi dengan nenek dan ibunya mengenai agama, namun tidak membiarkan ayahnya mengetahui kegiatan ini. “Apabila saya memberitahunya, reaksinya akan sangat ekstrem,” ujarnya dalam pesan yang dikirimkan kepada seorang Direktur Institut Yahudi Amerika, Kerry Olitzky.

Ketika remaja, ia melihat adanya kesamaan secara sosiologi antara agama radikal dan komunisme. Ia sempat berafiliasi dengan Komunisme Lenin hingga 1984, ketika ia tidak bisa terlibat lagi di dalamnya. Ia menjadi seorang kripto-theis di antara para atheis. Komunitas iman pertama yang didatangi adalah Reformasi Protestan.

Pada usianya yang ke-17, ia juga terlibat dengan spiritualitas Katolik. Ia mendatangi misa dan bersiap untuk pindah keyakinan ke Katolik pada 1966. Namun reaksi orang-orang di sekitarnya tidak ramah dan bahkan memusuhinya. “Ini kemunduran dalam perjalanan religi saya,” tuturnya.
Pada saat yang sama,  ia berkenalan dengan seorang penyair, Kenneth Rexoth yang memiliki pengaruh terhadap Budhaisme di Amerika. Stephen bahkan berusaha untuk meneliti Shinto dan Zen di Jepang dan Korea. Ia menemukan banyak hal yang mengagumkan dan inspiratif dalam Buddha.
Katolik adalah hal pertama yang membuatnya melakukan kontak dengan Sufisme. Hal ini ia dapat melalui membaca tulisan-tulisan filsuf dan pendeta Catalan, Ramon Llull, yang secara eksplisit sebagai model dalam gaya eksposisi religiusnya.

Katolik mempengaruhinya cukup lama dibandingkan tradisi lain. Ia meneliti sinkretisme adat Katolik pada orang Brazil dan Kuba. Ia banyak bekerja bersama orang-orang Katolik. Penulis yang juga jurnalis itu juga mendatangi misa, namun tidak mengambil Komuni. Selain misa Katolik, ia juga menghadiri pelayanan Yahudi sebagai seorang peneliti yang penasaran.
Ketertarikan serius Schwartz terhadap Yahudi dimulai pada 1979 di Paris, ketika ia menemukan sebuah buku yang berjudul The Zohar in Moslem and Christian Spain. Karena itulah,  ia berpaling ke Kabalah dan Yahudi Sephardis dengan ketertarikan yang besar, namun menahan diri untuk bergabung.

Saat berada di Spanyol itulah, ia mengenal Islam. Schwartz mengamati di balik kejayaan Katolik Spanyol terdapat pengaruh kuat sejarah Islam, ketika berkuasa di Spanyol. Ia merasa takjub dan terinspirasi terhadap agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW tersebut.

“Sebagai penulis saya mengamati ini (Islam) selama bertahun-tahun,” tuturnya. Sejak itulah, ia mulai mempelajari Islam selama 20 tahun. Ia tertarik dengan tasawuf yang ada dalam ajaran Islam.

Schwartz memandang Islam mampu menawarkan jalan untuk mendapatkan kasih sayang Allah. Ia terpesona dengan agama Islam. Hingga akhirnya, ia membulatkan tekad untuk menjadi seorang Muslim. Ia pun bersyahadat di Bosnia pada 1997.

REPUBLIKA.CO.ID,  Redaktur: Heri Ruslan

Reporter: Friska Yolandha