By Republika Newsroom
18 hari puasa Ramadhan telah kita jalani, Insya Allah, bersama rahmatNya. Di antara rahmat itu tampak dalam suasana menjelang petang: berkumpulnya keluarga di rumah, beberapa jemaah di masjid, dan teman-teman sekerja di kantor atau di kantin. Dengan hati penuh suka, mereka menanti saat berbuka. ''Ada dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa,'' kata Nabi SAW, ''Ketika berbuka dan ketika menjumpai TuhanNya.'' Berbuka, selain disunatkan, juga dianjurkan untuk disegerakan, dimulai dengan makanan yang manis serta air, dan dilaksanakan sebelum salat Maghrib sebagaimana praktik Nabi SAW.
'Berbuka' berasal kata dari 'buka', lawan kata tutup. Jadi, maksudnya, membuka sesuatu yang tertutup. Dalam ibadah puasa, yang tertutup (menurut agama, imsak dalam bahasa Arab berarti menahan diri) itu adalah kesempatan untuk makan, minum, dan semua yang membatalkan puasa sepanjang siang hari, dan ketika Magrib tiba, kesempatan yang tertutup itu beleh dibuka dengan 'berbuka'. Dalam bahasa Arab 'berbuka' disebut afthara, yang boleh dialihkan menjadi kata fithrah (fitrah, instink). Di sini dapat ditangkap makna bahwa makan dan minum adalah watak instinktif manusia.
Hanya saja, pada saat berbuka, kadangkala kita lupa disiplinnya. Sebagai misal, kita makan-minum melampaui batas karena ingin mencicipi semua hidangan yang ada, sehingga mengalami kekenyangan. Seakan kita ingin balas dendam terhadap rasa harus dan lapar sepanjang hari. Kekenyangan adalah sesuatu yang dibenci Tuhan. Nabi SAW menyatakan, bahwa bejana yang paling dibenci Allah adalah perut yang kekenyangan. Beliau juga bersabda, ''Sesungguhnya setan itu merasuk dalam diri manusia melalui aliran darah. Karena itu persempitlah ia dengan lapar dan haus.'' Karena itu beliau mengajarkan bahwa sepertiga perut untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sisanya untuk udara (nafas) -- prinsip yang juga diakui oleh dunia kedokteran.
Selain itu, kekenyangan juga mempermudah datangnya penyakit, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW, bahwa perut merupakan sumber penyakit. Dan penyakit akan mengganggu ibadah puasa. Ia juga meninggikan syahwat seksual. Jika syahwat itu dapat ditahan, misalnya, bisa saja ia pindah ke mata (zina mata); kalau tidak, ia pindah ke dalam pikiran (penuh dengan hal-hal yang jorok). Akibatnya, pikiran jadi keruh. Karena itu, Nabi bersabda, ''Makanlah waktu lapar, dan berhentilah sebelum kenyang.'' Sebuah ajaran yang seharus kita ingat ketika berbuka puasa. ahi