Muhammad Kasim Wolf : Alquran Menjawab Semua Pertanyaanku (Bag 1)

Saat berusia tujuh tahun, Muhammad Kasim Wolf mengalami sebuah peristiwa yang tak terlupakan.  Ia menyaksikan sang nenek yang dicintainya meninggal dunia di sampingnya. Peristiwa itu telah menggoreskan sebuah kesan dan pertanyaan dalam hatinya.

‘’Apa yang terjadi setelah kematian,’’ hati kecilnya bertanya. Pertanyaan hidup setelah mati itu telah membuatnya tertarik pada spiritualitas. Ia pun mencari jawabannya dengan mempelajari ajaran agama-agama yang ada di dunia ini. Namun, tak ada agama yang bisa memberi jawaban atas pertanyaan yang berkecamuk dalam dirinya.

‘’Hingga akhirnya, saya bertemu dengan Islam. Alquran dapat menjawab semua pertanyaan saya dan memberi jalan hidup sempurna, membimbing pada kebahagiaan dunia dan akhirat nanti,’’ ungkapnya penuh syukur. Pencarian kebenaran yang dilakukannya tidaklah mudah.

Jauh sebelum memeluk Islam, Kasim memang mengaku sudah mengenal agama yang disebarkan Nabi Muhammad SAW itu. ‘’Pertemuan pertama saya dengan Islam  pada 1981 ketika berusia 18 tahun dan bepergian ke Eropa selama tiga bulan dengan uang setara Rp 200 ribu,’’ tuturnya mengenang.

Dalam perjalanan itu, Kasim juga sempat  mengunjungi Maroko selama dua pekan. Di kota Tangier, tempat kelahiran Ibnu Batuta, penjelajah Muslim legendaris itulah Kasim pertama kali mendengar kumandang azan untuk pertama kalinya.

‘’Saat  itu,  saya sangat menyukai kultur Islam yang saya temui di sana,’’ ujarnya. Dua pekan hidup bersama sebuah keluarga miskin di Maroko, telah banyak  mengubah hidupnya. Satu tahun kemudian, tepatnya pada 1982, di usianya yang ke-19, Kasim memutuskan untuk disunat dengan alasan kesehatan.

Ketika itu, ia menetap di Schweinfurt dekat dengan tempat kelahiran Friedrich Ruckert yang menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Jerman dari 1820-1826. Perkenalannya dengan Islam yang menggoreskan kesan dalam hatinya akhirnya membuahkan sebuah berkah. Kasim akhirnya benar-benar bisa memeluk agama yang sempurna.

Ia mengucapkan dua kalimah syahadat pada 1996 di Indonesia. Allah SWT membuka jalan menuju Islam kepada Kasim lewat belahan jiwanya yang kemudian dinikahinya, Fariah Abu Yusuf. Saat itu, dia dihadapkan pada dua pilihan: pulang terlebih dahulu ke Jerman atau tetap tinggal di Indonesia dan memulai hidup baru sebagai seoarang mualaf dan suami dari istrinya.

Kasim pun menemui seorang ustaz. Ia disarankan agar dirinya segera masuk Islam dan menikahi perempuan yang dicintainya, sehingga tak berbuat zina. ‘’Beliau memberi saya air bunga dengan doa untuk saya minum dan mandi pada waktu shalat yang lima waktu,’’ ungkapnya. (bersambung) REPUBLIKA.CO.ID,

Redaktur: Heri Ruslan

Reporter: Damanhuri Zuhri