Mengembalikan Cinta Kasih

Mengembalikan Cinta Kasih

Oleh: Prof Dr KH Didin Hafidhuddin
Sungguh sangat memprihatinkan kita semua bahwa tawuran antarpelajar semakin menjadi-jadi dalam skala yang lebih luas dan brutal.

Kematian seorang pelajar dalam kondisi yang sangat mengenaskan beberapa hari yang lalu sebagai korban tawuran antardua, sekolah menambah panjang daftar korban dari kejadian ini.

Sulit dipahami oleh akal dan nalar yang sehat hal ini bisa terjadi. Para pelajar berangkat pagi atau siang dari rumahnya masing-masing menuju sekolah dengan tujuan utama mau belajar.

Di sekolah mereka mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan dan informasi yang berguna bagi kehidupan mereka di masa yang akan datang. Para guru yang mengajar adalah orangorang yang secara formal telah memenuhi kriteria mengajar, bahkan mungkin di antara mereka sudah me miliki sertifikat mengajar.

Tetapi, ketika mereka pulang dan bertemu dengan sesama temannya dari sekolah lain yang seharusnya saling menyapa dengan penuh keceriaan dan persahabatan, tanpa sebab yang jelas langsung terjadi tawuran, mereka saling melukai, menyakiti, bahkan membunuh.

Tampak jelas dari sikap dan gaya mereka dalam tawuran tersebut, nafsu amarah yang muncul dan mendominasi serta mengalahkan secara total rasa cinta dan kasih sayang.

Allah SWT berfirman dalam QS Yusuf [12] ayat 53: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh pada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”

Ketika nafsu amarah ini yang berperan maka keburukan, kejahatan, dan kerusakanlah yang akan dilakukannya. Tetapi sebaliknya, jika rasa kasih sayang dan cinta pada sesama yang ditanamkan dan melekat dalam hati sanubari yang dalam, maka kedamaian, keselamatan, dan menyelamatkan orang lain yang akan menjadi kepribadiannya.

Dalam perspektif inilah kita memahami pesan Rasulullah SAW bahwa seorang Muslim yang paling utama itu adalah yang mampu menyelamatkan orang lain dari gangguan lisan dan tangannya (al-muslimu man salima almuslimuuna min lisaanihi wayadihi) [HR Bukhari]).

Pendidikan yang berlangsung di rumah, di sekolah, maupun di tengah masyarakat, harusnya berorientasi pada penanaman nilai-nilai cinta dan kasih sayang pada sesama manusia dan juga pada makhluk lainnya. Orang tua di rumah harus menjadi orang yang paling mencintai anaknya (dengan kecintaan yang benar); di sekolah para guru harus menjadi orang yang paling mencintai dan dicintai murid-muridnya. Demikian pula di tengah masyarakat.

Jika yang dibangun rasa cinta yang bersumber dari iman dan tauhid kepada Allah, maka insya Allah tawuran antarpelajar, antarmahasiswa, dan bahkan antarpenduduk bisa diatasi dengan sebaik-baiknya. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

http://www.republika.co.id/