Mualaf Yusuf Burke (3 Habis): Aktivis yang Getol Sadarkan Hak Sipil dan Politik Muslims AS

image

Usai berkali-kali menangani kasus dan membantu Muslim AS, Yusuf Braker, menyimpulkan mereka pun kini lebih sadar akan hak-hak sipil dan hukum mereka. "Mereka akan berjalan sesuai itu dan mencoba meminta akomodasi ketika dibutuhkan. Ada waktu juga ketika kami harus mengambil langkah hukum dan meminta mereka berkonsultasi pada pengacara. Tapi untungnya ini tidak kerap terjadi," tutur Yusuf.

Yusuf menyatakan mayoritas kasus yang pernah ia jumpai tidak benar-benar berdasar sikap bias tetapi hanya ketidakpedulian terhadap apa yang Islam butuhkan. "Jadi mereka harus memahami apa Islam itu dan apa tanggung jawab mereka di bawah hukum," ujarnya.

Ia juga mendorong Muslim untuk memiliki pemahaman lebih baik sebagai warga negara dan aktif di dalam pemerintah dalam hal mengenal wakilnya di legislatif, memahami isu yang terjadi di Amerika dan memberikan suara dengan benar.

Yusuf menilai Muslim di AS mesti mneyadari sebagai warga Amerika mereka harus tahu bagaimana mengungkapkan dan menyalurkan pendapat mereka serta tahu siapa orang yang mereka pilih.

Saat ini diakui Yusuf Muslim merasa tidak percaya diri bahwa mereka tak bisa mempengaruhi perubahan apa pun. Jadi tantangan terbesar adalah bagaimana ia menjelaskan pada mereka pentingnya untuk terlibat dalam semua aktivitas kewarganegaraan termasuk memberi suara

"Bahkan dalam skalan nasional anda memiliki satu suara, meski di sana ada ratusan juta orang di AS, namun satu suara dihitung. Bila anda menengok pada pemilu 2000 lalu, ketika seseorang memberikan suara lewat kabel mereka dihitung satu per satu. Inilah kekuatan suara." papar Yusuf.

"Kami mencoba memastikan anggota komunitas kami memahami isu ini dan demi apa perwakilan mereka duduk di kursi parlemen. Kami hanya mencoba membuat mereka paham pula hak-hak politik mereka, menjalani proses tersebut, memilih dengan benar dan apa yang mereka bela," imbuhnya

Mengapa seorang kaukasia berkulit putih seperti dirinya memilih Islam? Kulit putih justru menjadi minoritas di komunitas Muslim Amerika. Namun Yusuf memandang pemikiran mengenai Muslim berwarna dan Muslim kulit putih timbul akibat selip pemahaman hasil propaganda media.

"Jadi saya pikir ini memang sulit, terutama untuk Kaukasia untuk benar-benar melihat, merasakan dan larut dalam realitas Islam di sini. Ini pula yang kami coba atasi ketika kami berbicara dengan warga Muslim ketika kami memberikan presentasi kepada aparat penegakan hukum, rumah sakit dan area-area lain," kata Yusuf.

"Tujuan kami hanyalah menghilangkan mitos burung tentang Islam dan Muslim dan membantu mereka untuk memiliki pemahaman lebih baik terhadap Muslim," ujarnya. Sehingga, ia berharap, ketika mereka melintas dan bertemu Muslim baik di rumah, atau melihat seseorang berdoa di mobilnya mereka tidak curiga dengan apa yang Muslim lakukan.

"Kami juga jelaskan kami beribadah lima kali sehari. Kadang anda bisa melihat seseorang di mobil dan berpikir mereka menghantamkan kepala mereka ke setir, padahal ia hanyalah shalat di kendaraan. Itulah mengapa kami harus memberi tahu kepada penegak hukum dan orang-orang yang kami yakini akan kerap menjumpai hal ini dalam kehidupan sehari-hari," papar Yusuf.

Tak hanya itu, kini ia bersama koleganya juga mencoba menghapus makna salah dan negatif tentang Jihad. "Pemahaman bahwa itu adalah perang suci, sungguh salah. Dengan mengakui hak-hak wanita pula, kami sebagai Muslim mencoba menjelaskan bahwa wanita justru dilindungi dalam Islam, dan praktek-praktek selip yang sering muncul bukanlah berdasar agama, melainkan kebudayaan mereka," ujarnya.

Yusuf mengakui masih diperlukan banyak perjuangan di Amerika. "Namun saya berpikir masa depan cukup cerah di sini, selama kita setia terhadap prinsip Islam dan menjadi Muslim yang Baik."

Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari REPUBLIKA.CO.ID